Tentang Dayak Ngaju dan Tatonya
Tato Dayak Ngaju yang mulai langka. (Sumber: pinterest) |
Tentunya kita tidak asing dengan tokoh yang namanya Tjilik Riwut. Dia seorang Pejuang Bangsa asli dari Kalimantan Tengah yang tidak lain adalah seorang yang terlahir dari Suku Dayak Ngaju. Namanya juga diabadikan menjadi salah satu bandara dan jalan yang terletak di ibukota Kalimantan Tengah yaitu Palangkaraya.
Sengaja penulis membawa ingatan kita pada keberadaan suku Dayak Ngaju/Biaju yang merupakan salah satu kelompok suku Mayoritas di Kalimantan Tengah. Suku Dayak Ngaju kebanyakan mendiami daerah aliran sungai Kapuas, Kahayan, Rungan Manuhing, Barito dan Katingan bahkan ada pula yang mendiami daerah Kalimantan Selatan (Sumber: id.wikipedia.org)
Seperti kelompok suku lainnya di Kalimantan ini, Suku Dayak Ngaju hidup sudah moderen. Seni dan budaya mengalami penyesuaian seiring dengan berkembangnya jaman. Hasil seni dan budaya yang dihasilkan dari para seniman Dayak Ngaju cukup memanjakan mata mulai dari hasil kerajinan tangan tradisonal berupa anyaman maupun ornamen-ornamen lain baik dari kayu maupun bahan olahan lainnya.
Dalam hal adat-istiadat dan tradisi, Suku Dayak Ngaju tidak mengenal adanya telinga panjang sebagaimana sebutan kebanyakan orang dalam mengenal Suku Dayak pada umumnya. Mereka mengenal yang namanya “babunus” atau “Pesek” alias bertindik.
Dayak Ngaju juga mengenal seni rajah/tato dalam kehidupan mereka. Dayak Ngaju menyebutnya "tutang". Tato dikisahkan oleh para tetua-tetua yang memiliki tato yang masih hidup masa kini. Tidak banyak peninggalan jenis motif tattoo Suku Dayak Ngaju yang didokumentasikan, dan para tetua yang memilikinya juga sangat sedikit sehingga makna dan tata cara tato ini tidak banyak terungkap. Meskipun demikian makna tato setidaknya tidak jauh berbeda antara Dayak Ngaju maupun kelompok suku Dayak lainnya.
Seperti halnya lelaki kaum perempuan Dayak Ngaju konon juga memiliki tato. Tato terletak pada pergelangan tangan, punggung, perut dan leher, Bila seseorang yang memiliki tato yang memenuhi seluruh badannya biasanya dia seorang pemimpin.
Memiliki tato pada Suku Dayak Ngaju berhubungan erat dengan kepercayaan yang dianut seseorang dan sukunya. Menurut kepercayaan Kaharingan, seseorang yang memiliki tato ketika dia meninggal dan sudah melewati upacara tiwah, maka tato/tutang pada tubuhnya berubah menjadi emas dan sebagai tanda pengenal menuju keabadian bersama leluhur di alam baka.
Kewajiban memiliki tato diperjelas menurut tetek tatum (kisah kejadian Suku Dayak Ngaju), karena berasal dari keturunan Antang Bajela Bulau dan Tunggal Garing Jajahunan Laut. Tato dan "pesek" atau tindik telinga, ini juga sekaligus menunjukan identitas sebagai bukti Suku Dayak.
Tato menujukan kejantanan seseorang. Tentunya tidak semua orang ketika itu memiliki tato. Hal ini menjadi daya pikat kaum hawa dalam memilih pasangan hidup berkeluarga nantinya.
Anak Suku Dayak Ngaju biasanya pada usia 10 tahun, yang masanya mempelajari gerakan kinyah (bela diri) menggunakan mandau dan berhasil mengayau (memenggal kepala musuh) mendapatkan tattoo berbentuk seperi bulan pada betisnya.
Alat, bahan dan proses pembuatan tattoo atau "tutang" secara tradisional hampir sama dengan pembuatan tato pada umumnya. Metoda yang sering dilakukan yaitu metode hand tapping.
Berikut ini beberapa nama "tutang" pada Suku Dayak Ngaju:
Naga, lampinak (seperti salib), apui (api), palapas langau (sayap lalat), matan punei (mata burung punei), saluang murik, manuk tutang penang, manuk tutang usuk, tutang bajai (tattoo buaya), tutang tasak bajai dinding.
Referensi:
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Ngaju
2. Gambar - https://folksofdayak.wordpress.com/2014/02/26/tattoo-biaju-dari-buku-h-ling-roth-natives-of-serawak/