Pentingnya mengajarkan bahasa Dayak kepada anak-cucu agar tidak punah.
Dialek Bahasa Dayak Kalbar |
Mungkin sulit mengembalikan bahasa yang sudah tidak digunakan lagi karena alasan rasa dalam pengucapannya. Setidaknya titik tolak pondasi dan usaha melestarikan bahasa Dayak dari keluarga sangat manjur.
Bahasa pada umumnya adalah salah satu ciri dan identitas suatu bangsa yang menjadi unsur pemersatu yang kuat dan kokoh. Terus bagaimana dengan bahasa daerah?
Tidak dipungkiri mungkin tidak banyak orang Dayak yang mengajarkan bahasa Ibu (Dayak) kepada anak mereka oleh karena berbagai macam alasan entah karena lingkungan baru, sibuk kerja, atau bahkan menganggapnya tidak penting tahu atau tidak tahu tidak menjadi persoalan.
Kemajuan dan perkembangan jaman tidak dapat dicegah, tetapi bukan berarti kita melewatkannya saja. Bahasa Dayak merupakan warisan budaya dari Tuhan kepada leluhur bangsa Dayak yang mesti dilestarikan dengan cara dituturkan mulai dari lingkungan kecil keluarga. Dari bahasa seseorang mengenal rasa dan maksud tutur kata dari ucapan yang halus, kasar dan lembut. Kata dalam bahasa tertentu belum tentu sama arti dan maksudnya dengan kata dari bahasa lainnya. Ataupun sama kata tetapi cara pengucapan berbedapun juga belum tentu sama makna rasanya. Oleh karena itu tidak berlebihan bila saya katakan bahwa kualitas perilaku dan moral didukung oleh cara berbicara yang baik.
Fenomena musnahnya bahasa ini sudah terjadi jauh sebelum saat ini. Orang mengkuatirkan akan adanya kemunduran peradaban oleh karena kehilangan bahasa dan penuturnya. Bagi suku Dayak dengan jumlah populasi yang besar menjadi masalah yang besar pula bila jumlah penutur bahasanya berkurang, kata demi kata berangsur-angsur tidak dipakai lagi dalam percakapan sehari-hari dan akhirnya punah. Seseorang yang mengalami krisis identitas dan harga diri mungkin bisa menganggap bahasa Dayak tidak perlu lagi oleh karenanya tidak merasa bangga berbahasa atau sebagai orang Dayak ketika merasa dalam keadaan untung.
Memang saat ini mungkin tidak langsung terasa dampak dari kepunahan bahasa ini bahkan ada yang berpendapat kita tidak perlu menangisi perubahan bahkan kepunahannya? bagaimana menurutmu? Bahasa daerah melekat pada nilai-nilai budaya daerah setempat, sehingga dikhawatirkan bila bahasa daerah hilang nilai-nilai budaya yang menyertainya ikut tercabut pula.
Menarik bila kita membaca Jurnal Masyarakat & Budaya yang ditulis oleh Fanny Henry Tondo tahun 2009 silam mengenai beberapa penyebab yang dominan terjadinya kepunahan pada bahasa daerah. Bila dikaitkan dengan beberapa bahasa daerah (Dayak) di Kalimantan setidaknnya beberapa penyebab menjadi penentu seperti:
Pengaruh bahasa mayoritas
Bahasa mayoritas di mana daerahnya berada sangat mempengaruhi bahasa sekitarnya yang sedikit, baik sedikit dari segi penuturnya maupun populasi penduduk suku tersebut. Terjadi persaingan bahasa membuat perubahan beberapa bahasa yang cenderung beberapa istilah dan ucapan mungkin akan terasa enak dan nyaman diucapkan dengan menggunakan bahasa yang mayoritas. Dalam percakapan sehari-hari di Kalimantan Barat misalnya bahasa gaul sehari-hari lebih didominasi oleh bahasa Melayu. Oleh karena itu bahasa daerah yang melekat pada seseorang semakin kurang diucapkan.
Faktor Migrasi Penduduk.
Perpindahan penduduk dari daerah asalnya oleh karena pekerjaan, pendidikan, keluarga atau faktor lainnya turut menentukan kelangsungan bahasanya. Orang juga cenderung menggunakan bahasa setempat dalam kurun waktu yang lama, sehingga mungkin akan lupa beberapa bahasa maupun istilah dari bahasa asli di mana dia tinggal sebelumnya.
Kemajuan Jaman (Era Globalisasi)
Pesatnya kemajuan dalam berbagai bidang mendorong penutur untuk dapat berhasil berkomunikasi dan berinteraksi secara cepat dengan penutur bahasa lain atau bahasa Internasional. Perubahan orientasi oleh karena kemajuan jaman ini dapat mengikis sedikit demi sedikit bahasa daerah.
Perkawinan Antaretnik
Pasangan suami-isteri yang beda etnik kerap mengalami kesulitan mempertahankan bahasa masing-masing dan cenderung memilih bahasa yang diketahui bersama dalam percakapan sehari-hari. Demikian juga anak-anak mereka cenderung diajari bahasa yang bisa dimengerti bersama itu. Misal bahasa Indonesia, atau salah satu bahasa etnis yang mudah dimengerti.
Kurangnya penghargaan dan intensitas komunikasi berbahasa daerah.
Kurangnya penghargaan terhadap bahasa terjadi di mana saja dan biasa terjadi pada generasi muda. Salah satu pandangannya adalah bahasa daerah terkesan tidak gaul dan kampungan. Sementara bahasa lain dianggap lebih bergengsi seperti bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan lain sebagainya. Hal ini yang membuat bahasa kurang diucapkan baik dalam pergaulan sehari-hari terutama dilingkup kecil keluarga. Semakin orang tua atau penutur mengucapkan bahasa dan memberikan citra positif kepada anak cucu mereka semakin erat bahasa daerah tersebut tidak mudah punah.
Kesimpulan.
Manusia adalah makhluk sosial. Bahasa daerah bisa saja berubah dan bahkan musnah. Beberapa faktor dominan di atas bisa kita cegah bahkan tidak dapat dicegah terjadi. Oleh sebab itu juga rasa hormat kepada sesama dan orang lain menjadi kunci pergaulan sehari-hari. Sebagai orang Dayak adalah lebih bijak bila kita terus menanamkan citra positif dan menanamkan bahasa Dayak kepada anak-anak kita. Tentunya ini memerlukan proses dan komitmen khususnya di lingkungan keluarga.
Dalam menghadapi tantangan jaman kita tentunya juga sangat dianjurkan bisa berbahasa lain (tanpa melupakan bahasa asal kita) yang diterima khalayak ramai. Kita tidak sungkan pula bila ingin belajar bahasa Inggris, Indonesia, Melayu, Jawa, dan lain sebagainya sebagai penghargaan dan kesiapan menuju ke arah kemajuan generasi Dayak mendatang.