Tari Jonggan Dayak Kanayatn dan Pelestarian Nilainya di Era Moderen
Tari Jonggan Kalimantan (Sumber:https://backpackerjakarta.com/ |
Sebenarnya Jonggan itu sendiri berarti joget yang muncul pada era setelah kemerdekaan RI yang pertama yang bertujuan untuk menghibur masyarakat yang letih bekerja pada jaman itu. Kemudian mengalami perkembangan dan akhirnya disahkan menjadi tarian tradisional Dayak Kanayatn hingga bertahan sampai saat ini. Saat ini Jonggan menjadi sanggar seni hiburan yang tergabung dengan adat-istiadat yang bernilai sakral.
Sejujurnya bila ingin mengadakan pesta di masyarakat Dayak Kanayatn ada 4 pilihan hiburan yang cukup bergengsi menjadi pilihan tergantung maksud dan niat tuan rumah seperti Klub band, organ tunggal, karaoke, dan jonggan. Memilih Jonggan sebagai hiburan pesta biasanya dipahami sebagai penghargaan adat-istiadat dan budaya Dayak Kanayatn. Mengapa?
Pada pesta perkawinan misalnya ada prosesi adat yang mesti dimainkan Jonggan sebagai penetapan dan sekaligus hiburan adatnya. Selain itu memanggil Jonggan oleh karena sesuatu niat seperti niat keselamatan, kebahagiaan, dan mohon rejeki dari Sang Jubata.
Bicara Jonggan juga tidak lepas dari peran We' jonggan. We’ jonggan adalah seorang wanita yang memiliki profesi menari dan menyanyi. Penari jonggan terdiri dari 5 - 7 orang dan nantinya menari berpasangan. Keahlian we' jonggan berdasarkan tarian dan nyanyian lagu jonggan yang dilantunkan dan dimainkan dengan cara yang unik.
Seseorang yang berprofesi menjadi we' jonggan ini kebanyakan seorang gadis, namun juga tidak menutup kemungkinan seorang ibu rumah tangga yang sudah mendapat ijin suaminya. Selain tuntutan secara kualitas berjoget dan menyanyi juga dituntut kuat secara fisik, karena acara pementasan jonggan memakan waktu yang panjang dan sampai larut malam. Belum lagi kalau dia seorang ibu rumah tangga yang nantinya akan mengurusi rumah tangga pula.
Sebelum acara jonggan dilaksanakan terlebih dahulu dlakukan acara adat memotong ayam dan doa nyangahatn untuk meminta ijin kepada binua (alam) dan meminta berkat kepada Jubata.
Selesai acara adat diteruskan dengan acara hiburan. Alat musik pengiring jonggan umumnya terdiri dari soleng (seruling), dau (kenong), agukng (gong), dan gadobokng (gendang). Peran we' jonggan bisa ganda selain berjoget juga menyanyi. Namun begitu ada juga di pisah perannya, yang menyanyi dan yang berjoget orang yang berbeda, itupun tergantung aturan masing-masing sanggar.
Sebagai hiburan yang bernilai adat dan budaya jonggan tidak terlepas dari aturan atau tatanan yang berlaku. Prinsip hiburan tetap ada, tidak sebebas-bebasnya dan tata krama menari juga menjadi perhatian utama. Lantunan musik yang dibawakan memungkinkan orang menari secara spontan dan bebas sesuai alunan musik tanpa menyentuh we' jonggan yang meliuk menari.
Di era moderen ini peniruan budaya asing bisa saja terjadi. Sangat disesalkan bila ada sanggar jonggan yang tidak lagi melestarikan kesenian yang bernilai adat dan budaya melainkan menjadikannya semata-mata ladang bisnis dan ekploitasi. Jonggan kehilangan maknanya ketika berjoget dengan berpelukan bahkan berciuman di atas panggung. Kondisi ini harusnya bukan hanya menjadi tontonan biasa dan tertawaan melainkan keprihatinan. Butuh kesadaran dan ketegasan dari masyarakat untuk mengontrolnya sehingga tidak dicontoh generasi muda Dayak yang mustinya maju dan berkembang.
Bagi praktisi seni dan budaya buatlah jonggan semakin menampakkan keunikannya. Kita bersyukur banyak sanggar jonggan yang bermunculan di kalangan masyarakat. Hal ini berarti sudah banyak orang-orang yang memahami pentingnya pelestarian seni, adat dan budaya jonggan sebagai aset budaya nusantara.
Referensi:
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/6778/6987